Pak Ustadz yang saya hormati serta mudah-mudahan senantiasa dalam lindungan Allah SWT., berkenaan dengan datangnya Hari Raya Idul Qurban, saya menginginkan mengemukakan pertanyaan sebagai berikut. :
1. Bagaimana hukumnya apabila saya menginginkan berkurban seekor kambing untuk (atas nama) ke-2 orangtua saya yang telah wafat?
2. Mana yang lebih paling utama, berkurban dahulu untuk sendiri (lantaran saya belum berkurban) serta berkurban untuk ke-2 orangtua yang telah wafat?
Sekian pertanyaan ini serta atas perhatian Ustadz disampaikan terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Chandra
Waalikumussalam Wr Wb
Hukum Kurban untuk Orang yang Telah Meinggal
Abu Hirairoh meriwayatkan dari Rasulullah saw kalau beliau saw bersabda, ”Apabila anak Adam wafat dunia jadi terputuslah amalnya kecuali dari tiga hal : dari sedekah jariyah atau pengetahuan yang berguna atau anak sholeh yang mendoakannya. ” (HR. Muslim) Kurban seorang yang diperuntukkan untuk orang yang telah wafat ini dapat disamakan dengan sedekah.
Imam Nawawi mengatakan di dalam Syarhnya, ”Doa yang dipanjatkan, pahalanya bakal hingga pada orang yang telah wafat sekian perihal dengan sedekah, serta ke-2 hal itu yaitu ijma beberapa ulama. ” (Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi juz XI hal 122)
Imam Nawawi juga menyampaikan di dalam Syarhnya, ”Para ulama sudah sama pendapat kalau doa seorang pada orang yang telah wafat bakal hingga padanya demikan juga perihal dengan sedekah yang diperuntukkan pada orang yang wafat, pahalanya bakal hingga padanya serta tak harus orang itu mesti anaknya. (Al Majmu’ juz XV hal 522, Maktabah Syamilah)
Beberapa ulama sudah setuju kalau sedekah seorang pada orang yang sudah wafat bakal hingga padanya, demikian juga beberapa beribadah harta yang lain, seperti membebaskan budak. Mengenai perselisihan dikalangan beberapa ulama yaitu pada permasalahan beribadah tubuhiyah, seperti sholat, puasa, membaca Al Qur’an karena ada kisah dari Aisyah di dalam shohihain dari Nabi saw, ”Barangsiapa yang wafat serta masihlah mempunyai keharusan puasa jadi sebaiknya walinya berpuasa untuk dia. ” (Majmu’ Fatawa juz V hal 466, Maktabah Syamilah)
Dalil lain yang juga dipakai oleh beberapa ulama di dalam membolehkan kurban untuk orang yang wafat yaitu firman Allah swt, ”dan sebenarnya seseorang manusia tidak ada peroleh terkecuali apa yang sudah diusahakannya, ” (QS. An Najm : 39)
Dalam menafsirkan ayat itu, Ibnu Katsir juga menyelipkan sabda Rasulullah saw, ”Apabila anak Adam wafat dunia jadi terputuslah amalnya terkecuali dari tiga hal : dari sedekah jariyah atau pengetahuan yang berguna atau anak sholeh yang mendoakannya. ” (HR. Muslim) serta dia menyampaikan, ”Tiga kelompok di dalam hadits ini, sesungguhnya semuanya datang dari usaha, usaha keras serta amalnya, seperti dijelaskan dalam satu hadits, ’Sesungguhnya makanan yang terbaik dikonsumsi seorang yaitu dari hasil usahanya sendiri serta sebenarnya seseorang anak yaitu hasil dari usaha (orangtua) nya. ” (Abu Daud, Tirmidzi, an Nasai serta Ahmad) Serta sedekah jariyah seperti wakaf serta yang semacamnya yaitu buah dari amal serta wakafnya.
Firman Allah swt., ”Sesungguhnya Kami menghidupkan beberapa orang m4t! serta Kami menuliskan apa yang sudah mereka lakukan serta beberapa sisa yang mereka tinggalkan. Serta semua suatu hal Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang riil (Lauh Mahfuzh). ” (QS. Yasiin : 12)
– (Tafsir Ibnu Katsir juz VII hal 465, Maktabah Syamilah)
Jadi dibolehkan seorang berkurban untuk orang yang telah wafat ditambah lagi bila orang yang telah wafat itu masihlah ada jalinan kerabat dengannya.
Kurban untuk Diri Sendiri atau Orang Tua
Kurban yaitu satu beribadah yang sunnah muakkadah serta diperuntukkan pada golongan muslimin yang mukallaf, yakni orang yang penuhi kriteria untuk terbebani oleh satu perintah syari’ah seperti, berakal, baligh tak dalam kondisi tidur, lupa atau mabuk dan mempunyai kesanggupan financial. Sesaat orang yang telah wafat yaitu orang yang lepas dari beberapa kriteria di atas, bermakna terang dia tidaklah termasuk juga orang mukallaf.
Dalam keadaan normal, orang hidup masihlah terserang taklif (beban) lakukan beribadah pada Allah swt termasuk juga berkurban Hingga dianya lebih diprioritaskan dari pada orang yang telah wafat terkecuali bila orang yang telah wafat itu sudah bernazar atau berwasiat untuk lakukan qurban sebelumnya wafatnya. Dalam keadaan yang ke-2 ini jadi beberapa pakar warisnya harus menunaikannya meskipun diri mereka belum pernah lakukan penyembelihan kurban untuk diri mereka sendiri.
Ada kisah yang datang dari Ibnu Abbas kalau Sa’ad bin Ubadah meninta fatwa pada Rasulullah saw serta berkata, ”Sesungguhnya ibuku sudah wafat serta ia masihlah mempunyai tanggungan nazar tetapi tak pernah berwasiat. ’ Jadi Rasulullah saw bersabda, ’Tunaikanlah untuk dia. ” (HR. Abu Daud)
Ibnu Hazm serta beberapa orang yang setuju dengannya memiliki pendapat kalau pakar waris dari orang yang wafat diwajibkan menunaikan nazar untuk orang yang mewarisinya dalam semua kondisi.
Juga hadits yang di keluarkan dari jalur Thoriq al Qosim bin Muhammad sebenarnya Sa’ad bin Ubadah berkata, ”Wahai Rasulullah saw, Sebenarnya ibuku sudah wafat. Apakah bila saya membebaskan budak baginya bakal berguna untuk dia? Beliau menjawab, ’Ya. ’ Dijelaskan : kalau itu yaitu sedekah.
Dijelaskan dalam kitab ‘al Muwattho’ serta selainnya kalau Sa’ad bin Ubadah pergi menjumpai Nabi saw serta berkata padanya, ”Sesungguhnya ibuku berwasiat, beliau (ibuku) menyampaikan, ’Hartanya harta Saad serta dia wafat sebelumnya menunaikannya. ’ Lalu Sa’ad menyampaikan, ’Wahai Rasulullah apakah bila saya bersedekah baginya bakal berguna untuk dia? Beliau saw menjawab. ’Ya. ”
K4ndung4n dari hadits itu yaitu menunaikan hak-hak yang harus pada orang yang telah wafat serta jumhur ulama memiliki pendapat kalau siapa yang wafat serta masihlah mempunyai tanggungan nazar harta jadi harus dikerjakan dari pokok harta yang dipunyainya bila ia tak berwasiat terkecuali bila nazar itu berlangsung sewaktu sakit mendekati k3m4t!4nnya jadi dari sepertiga hartanya. Sesaat beberapa ulama madzhab Maliki serta Hanafi mensyaratkan orang itu berwasiat. (Nailul Author juz XIII hal 287 – 288, Maktabah Syamilah)
Penyembelihan hewan kurban dapat jadi harus karena nazar, seperti hadits Rasulullah saw, ”Barangsiapa yang sudah bernazar untuk mentaati Allah jadi sebaiknya ia mentaati Allah. ” (HR. Bukhori Muslim) serta firman Allah, ”Dan sebaiknya mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka. ” (QS. Al Hajj : 29) bahkan juga jika orang yang lakukan nazar itu wafat dunia, jadi proses nazar yang sudah disampaikan sebelumnya wafat dunia bisa diwakilkan pada orang lain.
Hal yang butuh diingat yaitu kalau daging sembelihan yang dikarenakan melakukan nazar tak bisa dikonsumsi oleh orang yang berkurban sekalipun, seperti pendapat beberapa ulama madzhab Hanafi serta Syafi’i yang tidak sama dengan pendapat beberapa ulama madzhab Hambali kalau disunnahkan mengonsumsi sembelihan darinya, yakni sepertiga dikonsumsi, sepertiga diberikan pada karib kerabat serta sepertiga disedekahkan. (Fatawa al Azhar juz IX hal 313, Maktabah Syamilah)
http://www.pusatinformasidunia.com/2016/09/wajib-baca-bolehkah-berkurban-atas-nama.html